Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai perdagangan bebas dan
globalisasi ekonomi yang menerapkan pengurangan tarif dan subsidi
sebesar 30 persen merugikan Indonesia senilai US$ 1,9 miliar (sekitar Rp
18 triliun) per tahun. �Tapi negara di Asia lainnya, khususaya Cina
bisa mengeruk keuntungan dari globalisasi hingga US$ 37 miliar per
tahun,� kata peneliti LIPI Carunia Mulya Firdausy di Jakarta hari ini.
Permasalahannya, menurut dia, bagi Indonesia globalisasi itu bagaikan
buah simalakama. Apabila Indonesia tidak ikut, akan tertinggal dibanding
negara lain. Sebaliknya bila ikut globalisasi, Indonesia akan rugi.
�Dimakan ayah yang mati, tidak dimakan ibu yang mati,� katanya.
Ia memaparkan, kontribusi ekspor Indonesia ke kawasan Asia Timur
cenderung terus naik dari 9,9 persen pada 1985 menjadi 27,2 pada 2003.
Tetapi angka itu masih lebih rendah dari kontribusi impor negara-negara
kawasan Timur Asia ke Indonesia, yaitu dari 13,8 persen pada 1985
menjadi 37,3 persen pada 2003. "Artinya akibat globalisasi,
ketergantungan impor kita semakin tinggi," ujarnya.
Indonesia, kata dia, cenderung mendorong petumbuhan ekspor produk mentah
ketimbang produk manufaktur atau olahan. Ini menunjukkan Indonesia
gagal memanfaatkan peluang globalisasi dan tak mampu meningkatkan total
produktivitas pabrikan. Padahal, peran total produktivitas pabrikan
mutlak diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkesinambungan. �Dengan tingginya faktor produktivitas pabrikan itu
akan diperoleh produktifitas dan efisiensi teknis yang tinggi,� katanya.
Menurut dia, salah satu faktor produksi yang dapat mendorong tingginya
kontribusi total produktivitas pabrikan adalah peningkatan pasokan dan
kemampuan teknologi nasional. Karenanya, dia menyarankan, paradigma
pembangunan yang hanya difokuskan pada penggunaan sumberdaya alam yang
besar harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
penggunaan teknologi tinggi yang memadai. "Pembangunan berorientasi
pada ekonomi berbasis pengetahuan sangat penting bagi pembangunan
nasional yang kuat dan berkesinambungan," tuturnya.
Sumber: LIPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar