Selama 60 tahun berkuasa sejak tahun 1949,
”dinasti” Partai Komunis China telah mengubah wajah negeri itu, antara
lain pada bidang ekonomi dengan ”sosialisme yang berkarakteristik
China”. Sebuah perpaduan yang kompleks antara kapitalisme yang
kompetitif dan monopoli politik yang kental.
Dengan
resep sosialisme mereka yang khas itu, China saat ini menjadi negara
dengan cadangan devisa luar biasa besar, pertumbuhan ekonomi dua digit,
dan eksportir kedua terbesar di dunia. Di sisi lain, reformasi dalam
bidang politik tetap terus berjalan.
Desa Huaxi, di Provinsi
Jiangsu, merupakan salah satu contoh keberhasilan resep khusus
sosialisme berkarakteristik China. Di desa itu, setiap keluarga memiliki
rumah dan setidaknya satu mobil, semuanya merupakan pemberian dari
komune.
Huaxi merupakan desa terkaya di China. Keluarga di sana
rata-rata memiliki aset sebesar 150.000 dollar AS atau setara dengan Rp
1,5 miliar. Sedangkan pendapatan per kapita mencapai 2.000 dollar AS
atau Rp 20 juta.
Mereka mendapatkan kesejahteraan itu dari pabrik
baja, besi, dan tekstil di desa. Pabrik itu memiliki kinerja yang luar
biasa bagus, penjualannya mencapai 7,3 miliar dollar AS pada tahun 2008.
Penduduk
Huaxi dan pabrik mereka tergabung dalam Grup Huaxi, koperasi komune
pertama yang mencatatkan sahamnya di bursa saham. Perusahaan yang
mempekerjakan 30.000 orang itu merupakan sisa komune, yaitu koperasi
yang menggarap lahan dan membagikan keuntungannya sama rata kepada
warga.
Khas sekali dalam negara-negara komunis yang menganut asas
sama rasa sama rata. Huaxi merupakan proyek percontohan Partai Komunis
China (PKC) dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat yang petani dengan
resep perpaduan komunis dan kapitalis itu hanya dalam satu generasi.
Bisa dikatakan, Huaxi merupakan refleksi China pada abad ke-21.
Ciri komunisme
Huaxi
merupakan contoh ekstrem perjalanan PKC menerapkan sosialisme
berkarakteristik China. Walaupun sudah mengenal pasar bebas dan
memasukinya, China masih saja memiliki ciri komunisme yang erat melekat.
”Apa
sebenarnya sosialisme? Apa sebenarnya kapitalisme? Kami hanya ingin
yang baik bagi warga dan ingin bertambah sejahtera,” ujar Wu Renbao (82)
yang merupakan tetua di Huaxi dan Sekretaris PKC.
Pada tahun
1961, di Huaxi didirikan ”brigade kerja”. Rumah-rumah sangat reyot,
makan daging merupakan kemewahan, jalanan rusak. Hal itu terjadi ketika
mereka mengikuti diktum Ketua Mao.
Wu yang sudah menjadi
sekretaris partai sejak saat itu menyadari penduduk tidak akan sejahtera
dari pertanian. Lalu dia melawan arus, melawan Ketua Mao dan menyuruh
penduduk bertani sendiri-sendiri, bukan secara kolektif.
Jelas
idenya ditentang penduduk sendiri. Wu lalu mendirikan pabrik
perlengkapan rumah tangga kecil pada tahun 1969. Pabrik itu
disembunyikan dari para pejabat partai yang datang berkunjung. Pada saat
itu, tidak mungkin sektor swasta memiliki modal dan memiliki aset, yang
merupakan ide kapitalisme.
”Komunisme ada sisi positifnya,
kapitalisme juga, sehingga sebenarnya kita dapat belajar dari keduanya.
Saya tidak takut kapitalisme, saya takut jika disuruh hanya menggunakan
satu cara saja,” kata Wu.
Pada saat Pemerintah China mendorong
kepemilikan pribadi dan kewiraswastaan, awal tahun 1980-an, Huaxi berada
di tempat terdapan. Pendapatan pabrik digunakan sebagai modal
mengembangkan usaha dan mendirikan beberapa perusahaan lain, tentu saja
tanpa ada serikat pekerja. Para petani Huaxi telah mencapai mimpi
mereka.
Kemakmuran itu membuat penduduk asli Huaxi yang berjumlah
400 keluarga kini menempati rumah bergaya Eropa seluas 400-600 meter
persegi. Lengkap dengan mobilnya. Penduduk mendapat gaji pokok juga
mendapat bonus tahunan yang 80 persen harus diinvestasikan dalam saham
perusahaan.
Seperti dahulu masa Mao, mereka juga mendapat jaminan
kesehatan, pendidikan, dan pensiun. Jaminan kesejahteraan seperti itu
sudah tidak dinikmati lagi karena perubahan China ke arah kapitalisme.
Persoalan
yang muncul adalah terdapat perbedaan antara penduduk asli dan pekerja
migran yang datang dari tempat lain. Mereka tidak dapat memiliki tempat
tinggal di situ, atau mendapatkan gaji dan bonus seperti yang diterima
penduduk Huaxi. Itu juga mencerminkan masalah yang dihadapi China dengan
pekerja migrannya.
Huaxi seperti kota industri lain di China
menarik pekerja migran datang, tetapi mereka mendapat manfaat yang lebih
sedikit dibandingkan dengan penduduk setempat. Seperti setelah
pembangunan Stadion Olimpiade Beijing yang mewah, para pekerja migran
tidak menjadi bagian dari pesta tersebut, pulang setelah pembangunan
selesai.
Tampaknya resep campuran itu memang sangat manjur dalam mendukung perekonomian China.
Penulis: Joice Tauris Santi , via Kompasiana
Penulis: Joice Tauris Santi , via Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar